Senin, 25 April 2011

Berbekal dari pesangon PHK sebesar Rp. 800.000, kini omsetnya mencapai Rp. 48 juta per bulan

Setelah di PHK pada tahun 1996, jiwa seni dan enterpreneurship-nya justru muncul. Ia kemudian mengembangkan usaha lukis dinding, plafon rumah, gedung perkantoran. Bagaimana ia menapaki tangga sukses usahanya ?
Yoyo sunaryo memang mempunyai bakat menggambar dan melukis sejak kecil. Hanya dengan menggunakan pensil dan sipat alis, bahkan sejak SD ia sudah melukis Adam Malik dan para pahlawan lainnya. Untuk membiayai sekolahnya pun hingga lulus SMU di perolehnya dari hasil menggambar setiap kali ada pesanan.
Berbekal dari kegemaran menggambar tersebut, Yoyo Sunaryo ( 38) berhasil menamatkan studinya hingga SMA di Cirebon, Jawa Barat dengan biaya sendiri. Setelah lulus SMA tahun 1989, ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Pada saat itu ia mendapat tawaran untuk bekerja di sebuah perusahaan Aneke Kreatif Kaca di kawasan Ancol, Jakarta Utara untuk lukisan kaca atau grafier dan sun glass, dan sempat berpindah-pindah perusahaan hingga pernah merasakan PHK di tahun 1996.
Pada saat di PHK tersebut, ternyata jiwa seninya justru muncul, dan mendorong dirinya untuk mandiri dan menjalankan usaha sendiri. Berbekal dari uang gaji Rp. 300 ribu dan pesangon Rp. 800 ribu pada tahun 1996, ia memutuskan untuk membuka sebuah toko frame dari kayu dan lukisan sebagai pengembangan dari bakat lamanya tersebut.
Uang tersebut di pergunakan untuk membeli bahan baku frame, kompresor, sewa lahan dan membangun toko di kawasan kebon Jeruk, Jakarta Barat. Toko dengan luas sekitar 4 x 5 meter itu di namai Kreasi Mandiri, yang mulanya hanya menjual frame dan order melukis walaupun walaupun ordernya tidak sebesar order frame.
Pria kelahiran banten tahun 1963 ini terus mengasah kemampuannya, terutama dalam bidang grafier yang dulu pernah di pelajarinya saat ia masih bekerja. Untuk produknya ia menyasar kalangan menengah atas. Produknya biasanya di pakai sebagai penghias rumah, gedung, apartemen dan restoran. Dengan di pasang hasil karya Yoyo Soenaryo, biasanya rumah atau gedung akan terlihat elegant.
Mulanya Yoyo hanya coba-coba membuat kreasi kaca dan memajangnya namun pada akhirnya banyak yang tertarik sehingga banyak permintaan, dan penjualannya pun tidak kalah dengan penjualan frame. ” para pelanggan yang datang lebih banyak tahu dari omongan pelanggan yang lain dan memang saya tidak pernah mempromosikan tempat usaha saya maupun karya saya.
Pelanggan yang datang merasa puas dengan hasil kerja saya, dan saya mendapatkan kepercayaan itu dari para pelanggan saya “, Cetus Yoyo yang yakin potensi usaha ini masih besar dan persaingannya terhitung jarang karena termasuk produk yang terbilang unik.
Dalam perjalanan usahanya, tempat usaha yoyo sempat terkena gusuran sehingga di pindahkan ke cingkareng, jakarta barat. Dan di tempat yang baru itu iamengontrak sebuah toko namun ternyata membawa dampak yang sangat buruk karena pelanggan yang dulu menjadi pelanggannya tidak mengetahui kepindahannya, otomatis keadaan tersebut membawa dampak sepinya order yang di dapatkan. ” Saya nggak pernah merasa kapok, walaupun usaha yang saya geluti pernah bangkrut “, ceritanya.
Untuk Lebih mendukung usahanya tersebut Yoyo sunaryo berinisiatif membeli sebuah rumah dengan harga Rp. 170 juta. Rumah tersebut selain untuk tempat tinggalnya sekaligus di gunakan sebagai galery. Tempat tinggal yang juga sekaligus digunakan untuk galery itu kemudian di bangun dan di renovasi, dimana setiap dindingnya di hiasi gambar dan lukisan dinding, dan plafon yang bertemakan Painting of The Italian, Romantic Era. Setiap kali ada konsumen yang mendatangti galerynya biasanya merasa tertarik dengan lukisan baik yang ada di dinding setiap sudut galery itu maupun yang berada di plafon galery.
Target Ke Depan
Menyinggung soal omzet, dalam satu bulan ia bisa mendapatkan pesanan lukisan dinding sebanyak 2-3 proyek, dan untuk satu rumah biasanya rata-rata memesan 2 lukisan dengan ukuran masing-masing 2×4 meter.
Harga lukisan tersebut bervariasi tergantung dari tingkat kesulitan, nisalkan untuk gambar yang simpel seperti gambar awan saja harganya sekitar Rp. 300.000,- per meter persegi, tapi untuk jenis ini jarang sekali yang pesan, untuk gembar yang sulit seperti gambar bidadari didinya mematok harga sekitar Rp. 2 juta permeter persegi.
setelah sukses membuka galery Kreasi Mandiri dan menguasai pasar jakarta, luar kota jakarta pun di sasarnya. Hingga sekarang permintaan untuk lukisan dinding dan plafon sangat tinggi karena dalam satu bulan ia bisa mengerjakan 2-3 proyek. Dan tidak sedikit pesanan datang dari luar kota seperti Surabaya, Yogya, semarang, Pontianak dan luar jawa. Pesanan juga tidak hanya dari perumahan sekitarnya, namun juga datang dari perkantoran.
Di katakan Yoyo sunaryo, sampai saat ini ia belum menggunakan jasa bank untuk mengembangkan usahanya. ” Saya selalu di ajarkan oleh orang tua saya untuk selalu hidup mandiri tanpa harus membebankan hidup pada orang lain”, ujarnya. Untuk menambah wawasan, Yoyo sunaryo seringkali membaca buku-buku tentang desain dan gambar-gambar kemudian di aplikasikannya diatas kanvas. ” Saya orangnya selalu ingin tahu jadi kita harus selalu belajar,” akunya.
Sementara itu, dari keuntungan hasil kerja kerasnya selama ini di gunakan untuk menunaikanibadah haji, merenovasi rumah dan galerynya, dan sisanya di tabung untuk mempersiapkan pendidikan kedua puta-putrinya. ” Apabila di tanya sudah sukses atau belum, saya akan menjawab sudah bila hasil karya saya sudah bisa di nikmati di berbagai daerah, bahkan sampai ke luar negeri,” ucapnya bangga.
by Caca C, Tabloid Peluang Usaha.

Memupuk bibit wirausaha di tengah aktivitas TKI Hong Kong

* Bisnis Indonesia
* Jasa

Pada 2-5 Juli 2010, wartawan Bisnis Indonesia Hilda Sabri Sulistyo berkesempatan mengikuti undangan pelatihan kewirausahaan TKI di Hong Kong atas undangan Universitas Ciputra Entrepreneur Center dan Kemenakertrans. Berikut laporannya.

Ruangan seketariat Majelis Taklim Taman Kerohanian Wanita Islam Indonesia (TKWII) di Haven Street Causeway Bay, Hong Kong dipadati oleh wanita-wanita berjilbab yang tengah menyiapkan konsumsi untuk pelantikan ketua barunya siang itu.

Markas mereka terasa sesak meski hanya diisi dengan tiga unit komputer, satu tempat tidur dan satu lemari plastik dengan banyak rak. Asian, ibu satu anak berusia 46 tahun asal Desa Dampit, Malang bersama puluhan rekannya yang tergabung dalam TKWU duduk lesehan di lantai sambil menyiapkan konsumsi dan bertukar informasi dengan teman-temannya setelah tidak bei jumpa selama 1 pekan terakhir.

Untuk menjalankan organisasi itu mereka harus mengeluarkan biaya paling sedikit 7.000 dolar Hong Kong untuk menyewa ruangan di sebuah apartemen yang letaknya hanya beberapa langkah dari Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Hong Kong.

"Kalau aktivitas Majelis Taklimnya kami boleh menggunakan musala di Konjen RI. Namun, untuk aktivitas organisasi kami sewa sendiri karena di tempat ini berbagai macnm keterampilan, seperti menjahit, memasak, komputer dilakukan termasuk membantu sesama TKI yang sedang bermasalah," tutur Asiati, salah satu TKI yang sudah 11 tahumbekeria di Negeri eks koloni Inggris itu.

Setiap Sabtu dan Minggu, kantor sekretariat majelis taklim itu memang dipadati anggotanya dari seluruh wilayah Hong Kong. Ada diantara mereka yang bisa menikmati libur akhir pekan selama 2 hari, tetapi sebagian besar hanya libur pada Minggu dan dimanfaatkan untuk aktivitas keagamaan ataupun menambah keterampilan.

Usaha Katering

Asiati menjelaskan untuk membayar sewa ruangan setiap bulan mengandalkan usaha katering untuk makan siang bersama setiap Sabtu atau Minggu. Setiap orang dikenakan biaya 25 dolar Hong Kong. Mereka bisa hemat sebesar 25 dolar karena di warung-warung Indonesia di sekitar gedung Konjen harus merogoh kocek 50 dolar untuk makan siang.

"Keuntungan dari berbagai usaha lainnya seperti belajar komputer masuk kas untuk membayar sewa ruangan," kata Asiati di dampingi Atika, ketua Majelis Taklim TKWII asal Kediri yang sudah 12 tahun bermukim di sana. Sebagai pengurus majelis taklim yang membidangi usaha, Asiati dan rekan-rekannya bukan hanya membidani organisasi yang dibentuk pada 2009 itu. Mereka bahkan sudah mendirikan yayasan di Tanah Air untuk membantu pemerintah di bidang pendidikan.

Kegiatan kerohanian, ungkapnya, menjadi obat rindu dan menambah semangat bekerja karena itu setiap minggu di musala KJRI mulai dari pagi hingga setelah salat magrib banyak digunakan untuk kegiatan keagamaan mulai dari belajar sholat, belajar mengaji, mendengarkan ceramah, berzikir hingga tadabur Alquran.

Tidak bisa dipungkiri, masa-masa tinggal di penampungan dan ke rinduan pada pasangan hidup di Tanah Air membuat sejumlah TKW akhirnya menjadi lesbi, melakukan hubungan dengan sesama jenis. Fenomena itu kami atasi dengan memberikan bimbingan pada mereka yang baru datang dan menunjukkan tanda-tanda kearah lesbi denganmengajak mereka untuk mendekat pada ajaran Allah," ungkapnya.

Hasilnya cukup menggembirakan. Dengan masuk ke lingkungan majelis taklim anak-anak yang baru datang dengan kelainan itu akhirnya bisa menata hidupnya kembali. Malah ketika libur, mereka dimotivasi untuk berdagang. Jangan heran jika berkumpul di Victoria Park, taman kota yang identik menjadi tempat tongkrongan TKI. Banyak di antaranya yang berdagang nasi rames, kacang rebus, aksesori hingga jilbab dan baju-baju muslim.

"Bibit entrepreneur sebenarnya sudah ada diantara para TKI apalagi KJRI bekerjasama dengan banyak lembaga di Indonesia kerap bergantian memberikan bermacam kursusketrampilan. Kalau memang ingin mengubah nasib seharusnya teman-teman bisa berwirausaha sepulang ke Tanah Air," ungkap Asiati.

Itulah sebabnya dia menyambut baik penyuluhan kewirausahaan {entrepreneurship) yang dilakukan Balai Besar Peningkatan Produktivitas Kemnakertrans dengan Universitas Ciputra Entrepreneur Center (UCEC) pada 5 Juli di KJRI.

Pedagang kaki lima

Asiati mengungkapkan sebelum berangkat ke Hong Kong menjadi pedagang kaki lima. Beruntung mendapat majikan yang baik dan selama 11 tahun tidak pernah ganti majikan sehingga leluasa berorganisasi dan mencari tambahan penghasilan. Majikannya adalah polisi dan setiap Selasa dan Jumat malah memberikan penyuluhan bagi TKI yang baru datang soal tata tertib lalu lintas di Hong Kong, dan membantu KJRI.

Di sela-sela waktu libumya, Asiati mengajar angklung, mengajar tari, menerima jasa perawatan wajah dan rambut. Berbagai usaha lain dari kemahirannya memasak yang diperolehnya semasa di perantauan. Ibu satu anak berusia 19 tahun yang akan menyelesaikan kontrak kerjanya Desember mendatang sudah berancang-ancang untuk membuka usaha salon dan butik.

"Hasil kerja selama ini sudah menjadi 3 buah kebun kopi lebih dari satu hektare yang dikelola suami sehingga dia sudah berpenghasilan sendiri dari kebun. Penyuluhan entrepreneurship melengkapi pengetahuan kami yang selama ini hanyatahunya berdagang," jelasnya.

Dia baru paham bahwa kreativitas dan inovasi sangat dibutuhkan untuk melengkapi ilmu berdagang yang selama ini sudah dilakukannya. Karena itu sepulangnya nanti ke Tanah Air, dia sudah paham bahwa usaha salon dan butik yang ingin dijalaninya bersama putri tunggalnya sudah menjamur sehingga dia harus melakukan terobosan untuk terjun ke bisnis itu.

Antonius Tanan, Presdir UCEC yang memberikan penyuluhan pada 230 TKIdi KJRI itu, mengatakan penyuluhan yang seharusnya diperoleh sebelum berangkat ke negara penempatan itu diharapkan dapat merubah mindset dari pencari kerja nantinya di Tanah Air malah menjadi pencipta lapangan kerja.

"Sebelum penyuluhan kami minta para peserta mengisi formulir mengenai bio data sekaligus menulis harapannya setelah menyelesaikan kontrak kerja menjadi TKI dan 90% menyatakan ingin membuka usaha. Oleh karena itu, penyuluhan entrepreneurship ini diharapkan lebih memotivasi mereka mewujudkan cita-cita itu," tambahnya.

Yayasan Ciputra datang untuk membantu mereka berani berubah, ibaratnya kalau mau wirausaha harus berani mencoba sama seperti orang berenang harus berani masuk air dan belajar sendiri. Dengan demikian hasil kerja belasan tahun di negara orang tidak hilang begitu saja tetapi menjadi suatu investasi yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan orang lain. (hilda.sabrt@blsnis.co.id)